Kamis, 18 Oktober 2012

secerca tentang penegakkan syariat islam di Aceh

Dalam sejarah Aceh, tersebutlah nama Ali Mughayat Syah (1514-1530). Ia merupakan sultan Aceh pertama yang memproklamirkan Kerajaan Islam Aceh Darussalam pada 1 Ramadhan 1521 Masehi. Visi utamanya adalah menyatukan kerajaan-kerajaan kecil seperti Peureulak, Samudera Pasai, Pedir, Lamuri, dan Meureuhom Daya, menjadi kerajaan besar yang ia namakan Kerajaan Islam Aceh Darussalam.

Tanggal tersebut kemudian dikenang sebagai tanggal deklarasi pemberlakuan syariat Islam di Aceh. Tapi masuknya Belanda pada 1873 disusul Jepang pada 1942 menyebabkan pemberlakukan syariat Islam di Aceh tak bisa lagi dilaksankan secara kafah. Para kolonialis tersebut mengobok-obok pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Hukuman dera sampai mati yang sedianya diterapkan kepada para penzina atau pembunuh, diubah penguasa asing itu dengan hukuman buang, sehingga terjadi anomali dalam penerapan syariat di Aceh.

Dalam pada itu, banyak pula ulama yang dibunuh, kitab-kitab berbau Islam dibakar, termasuk Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Hingga Belanda dan Jepang angkat kaki di Aceh, penerapan syariat Islam yang diberlakukan di sini adalah syariat yang sudah terkontaminasi oleh intervensi penjajah.

Sampai akhirnya, pada 1 Muharam 2001, Gubernur Aceh Abdullah Puteh meredeklarasikan pemberlakuan kembali syariat Islam secara kafah di Aceh.

Dasar hukum pelaksanaan syariat Islam di Aceh adalah UU Nomor 44 Tahun 1999 dan UU Nomot 18 Tahun 2001. Dalam UU Nomor 44 Syariat Islam didefinisikan sebagai semua aspek ajaran Islam. Dalam UU Nomor 18 disebutkan bahwa Mahkamah Syar’iyah akan melaksanakan syariat Islam yang dituangkan ke dalam qanun atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah di Aceh untuk melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya di Aceh.

Selang setahun setelah redeklarasi Aceh penerapan syariat Islam di Aceh, Pemerintah Provinsi Aceh membentuk Dinas Syariat Islam. Dinas ini lahir pada tanggal 25 Januari 2002, bertepatan dengan saat dilantiknya Prof Dr Alyasa’ Abubakar MA memimpin DSI Aceh. Instansi ini dibentuk dengan Perda Nomor 33 Tahun 2001.

Dinas ini memiliki posisi sebagai perangkat daerah merupakan unsur pelaksana Syariat Islam di lingkungan pemerintah daerah. Dinas SI berperan untuk mewujudkan aktualisasi risalah Islam secara menyeluruh dan universal, yaitu membangun dan mewujudkan masyarakat Aceh yang taat kepada taat terhadap syariat Islam.

Tahun 2002 mulai diproduksi qanun-qanun syariat, di antaranya Qanun tentang Maisir, Khamar, dan Khalwat. Hingga kini, qanun inilah yang terus ditegakkan di tengah berbagai tantangan yang menghadang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar